Latar Belakang
Hubungan terapeutik merupakan bagian yang sangat penting dalam pemberian dan pelaksanaan asuhan keperawatan. Perawat akan lebih mudah memahami permasalahan pasien bila hubungan terapeutik perawat dengan pasien dapat berlangsung dengan baik. Hubungan perawat pasien yang terapeutik akan turut menentukan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan. Semakin baik hubungan perawat pasien, maka semakin berkualitas pula asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Perawat yang berhasil menerapkan hubungan perawat pasien yang terapeutik ditandai dengan adanya hubungan saling percaya dengan pasien, sikap empati dan peduli serta caring kepada pasien. Hal inilah yang dibutuhkan pasien dalam pelayanan selain kebutuhan terkait pemenuhan kebutuhan dasar yang menjadi permasalahannya. Sementara permasalahan pelayanan yang muncul selama ini banyak dikaitkan dengan hubungan perawat yang kurang terapeutik kepada pasien, sehingga munculnya permasalahan pelayanan maupun permasalahan yang bersinggungan dengan masalah hukum dan etik profesi perawat itu sendiri. Tingkah laku perawat selalu dinilai oleh masyarakat. Komunikasi, sikap dan tingkah laku perawat sering menjadi fokus berita pada surat kabar. Berita-berita terkait perilaku perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terdengar kurang mengenakkan seperti perawat dikatakan ketus, jahat, kurang peduli dan sebagainya. Permasalahan ini sebenarnya berakar pada masalah hubungan profesional yang kurang terapeutik terhadap pasien maupun keluarganya ( Sari, 2023).
Pengertian Hubungan Terapeutik
Hubungan terapeutik antara perawat – klien adalah hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik (Mundakir,2006). Hubungan terapeutik adalah proses komunikasi yang direncanakan dan diarahkan pada tujuan antara perawat dan klien dan tujuan memberikan perawatan kepada klien dan keluarga klien atau orang lain yang signifikan. pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi. pengembangan keterampilan komunikasi yang efektif, pengenalan penyebab komunikasi yang tidak efektif, dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam proses komunikasi terapeutik memberikan dasar untuk mengembangkan hubungan terapeutik, klien mungkin mengubah persepsi mereka tentang orang lain, oleh karena itu, mereka mungkin berhubungan dengan perawat bukan pada dasar atribut realistis perawat, tetapi seluruhnya atau terutama atas dasar hubungan interpersonal dengan tokoh penting (seperti orang tua, saudara kandung, majikan) dalam kehidupan klien. misalnya, klien menunjukkan sikap dan perilaku yang sama terhadap perawat pria yang awalnya dia tunjukkan kepada suaminya yang terasing sebelum perpisahan mereka. perilaku ini disebut sebagai transferensi atau distorsi parataksis (Yalom, 2005). kontratransferensi terjadi ketika perawat merespon tidak realistis. keduanya dapat mengganggu perkembangan hubungan terapeutik. Hubungan antara perawat dengan pasien atau dengan klien merupakan hubungan terapeutik yang mana sama-sama saling menguntungkan. Dalam istilahnya adalah ‘win win solution’ yang mana mencari solusi dengan sama-sama menguntungkan. Kualitas dalam prinsip ini dilihat dari bagaimana seorang psikolog atau perawat memandang dan mendefinisikan dirinya dan pasiennya adalah seorang manusia. Dengan kata lain bahwa hubungan antara perawat
dengan pasien bukan hanya perawat sebagai penolongnya, melainkan lebih dari itu, yaitu sebagai sahabat atau orang yang terdekatnya. Anjaswarni, Tri (2006). Hubungan terapeutik menurut Rogers (1961), delapan kondisi penting untuk terjadinya hubungan terapeutik. mereka termasuk sebagai berikut: 1. Empati : adalah kemampuan perawat untuk membidik perasaan orang lain atau berjalan di atas sepatu orang lain. 2. Respek : perawat menganggap klien pantas mendapatkan respek yang tinggi 3. Genuinness : perawat bersikap tulus, jujur, dan otentik saat berinteraksi dengan klien. 4. Pengungkapan diri : perawat berbagi sikap, perasaan, dan keyakinan yang sesuai dan berfungsi sebagai panutan bagi klien (tetapi tidak memaksakan pendapatnya pada klien) 5. Keterpaduan dan kekhususan: perawat mengidentifikasi perasaan klien dengan mendengarkan dengan terampil dan mempertahankan respons yang realistis, bukan teoretis, terhadap klinis 6. Kedekatan hubungan: perawat berbagi perasaan spontan ketika dia yakin klien akan mendapat manfaat dari diskusi semacam itu. 7. Eksplorasi diri klien : perawat mendorong klien untuk mempelajari keterampilan adaptif atau koping yang positif.
Hubungan terapeutik ditetapkan untuk membantu pasien. Cara perawat menetapkan hubungan tergantung pada reaksi perawat pada setting klinis dan bagaimana perawat mampu merawat pasien (Fontaine, 2009). Hubungan perawat pasien merupakan dasar dari semua pendekatan tritmen perawat kesehatan jiwa. Hubungan perawat pasien merupakan proses kreatif dan unik bagi setiap perawat (Varcarolis dan Harter, 2010). Hubungan terapeutik adalah interaksi perawat kesehatan jiwa dengan pasien untuk memastikan bahwa tujuan sesuai dan terapeutik. Hubungan profesional antara perawat dan pasien dalam rangka helping relationship menggunakan proses transaksi kedua pihak dengan mempertimbangkan nilai-nilai dan keyakinan kedua pihak. Berdasarkan berbagai definisi, disimpulkan bahwa hubungan terapeutik merupakan proses interaksi perawatpasien dalam rangka proses pemulihan dan penyembuhan pasien menggunakan teknik-teknik terapeutik yang dibangun atas dasar kepercayaan, kejujuran, rasa hormat dan tidak menghakimi dalam proses pemberian asuhan keperawatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Tujuan dan fungsi hubungan Terapeutik
Tujuan hubungan terapeutik diarahkan kepada pencapaian tujuan pertumbuhan optimal pada pasien, yang meliputi: a. Realisasi diri, penerimaan diri dan meningkatkan rasa hormat kepada diri sendiri; b. Rasa identitas pribadi yang jelas dan memajukan tingkat integrasi pribadi; c. Suatu kemampuan membentuk keintiman (Kedekatan), saling ketergantungan, hubungan interpersonal dengan kapasitas memberi dan menerima kasih sayang; d. Memajukan fungsi dan meningkatkan kemampuan untuk mencapai tujuan pribadi secara realistis; e. Meningkatkan suasana psikologis yang memfasilitasi perubahan dan pertumbuhan yang positif. Selain itu tujuan dan fungsi dari hubungan terapeutik antara perawat-pasien (Varcarolis dan Harter, 2010) adalah : a. Memfasilitasi komunikasi yang mengganggu pikiran dan perasaan; b. Membantu pasien memecahkan masalah agar membantu memudahkan aktivitas kehidupan harian; c. Membantu pasien memeriksa perilaku yang tidak sesuai dengan dirinya; d. Mengajarkan perawatan dan kemandirian diri sendiri bagi pasien.
Hubungan terapeutik yang dibina antara perawat pasien akan menumbuhkan proses pengembangan pribadi pasien ke arah yang lebih positif atau adaptif. Perawat membantu pasien untuk menjelaskan dan mengurangi beban perasaan serta pikiran, dan mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada. Disamping itu, hubungan terapeutik yang dibangun perawat akan berdampak positif dan menjadi terapi pada pasien. Pasien akan merasa diperhatikan dan dihargai, mendapat bantuan dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya, mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri sehingga bisa mempererat interaksi pasien dengan petugas kesehatan secara professional dan proporsional dalam rangka penyelesaian masalah pasien (Rauda, Yuka, 2017).
Perbedaan hubungan sosial dan hubungan terapeutik
Manusia sepanjang hidupnya menjalin hubungan dengan orang lain yang melibatkan dua orang atau lebih. Hubungan tersebut dilakukan sebagai upaya memenuhi kebutuhan kehidupan pada berbagai tempat serta saling berbagi pengalaman yang berlangsung dalam waktu yang singkat atau panjang dari waktu ke waktu serta berbagai situasi. Hubungan yang terjadi berbentuk hubungan intim, sosial atau terapeutik. Pada hubungan intim terjadi hubungan dimana saling melibatkan komitmen emosi. Masing-masing pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut akan memenuhi kebutuhan, hasrat yang intim dan saling berbagi . Hubungan sosial didefinisikan sebagai suatu hubungan yang diawali sebagai pertemanan, sosialisasi, kesenangan, atau melengkapi suatu tugas. Kebutuhan masing masing pihak terpenuhi selama hubungan sosial terjadi, misalnya berbagi gagasan, perasaan, dan pengalaman. Pada hubungan ini melibatkan keterampilan komunikasi seperti memberi anjuran, nasihat dan bisa juga dalam bentuk pemenuhan kebutuhan dasar seperti meminjamkan uang dan alat serta membantu pekerjaan. Konten komunikasi bersifat superfisial atau tidak mendalam. Perawat dalam menjalin hubungan terapeutik akan menunjukkan keterampilan komunikasinya, memahami perilaku manusia dan kekuatan pribadi untuk memperkuat pertumbuhan pasien. Hubungan terapeutik difokuskan pada gagasan dan pengalaman serta perasaan pasien saat wawancara
klinis berlangsung serta mengeksplorasi identitas masingmasing. Selanjutnya hubungan difokuskan pada masalah dan kebutuhan pasien. Pada konteks hubungan terapeutik perawat-pasien, maka terjadi beberapa hal berikut : a. Identifikasi dan eksplorasi kebutuhan pasien. b. Adanya batasan yang jelas c. Memberikan pendekatan pemecahan masalah alternatif d. Membantu mengembangkan keterampilan cara mengatasi masalah (koping) yang baru. e. Menganjurkan perubahan perilaku Perilaku yang diharapkan dari perawat sebagai tenaga kesehatan agar bisa mewujudkan hubungan terapeutik (Varcarolis dan Harter, 2010), hendaknya : a. Bertanggungjawab dan bertanggung gugat (Akuntabilitas), artinya mempertanggungjawabkan apa yang dikerjakan dan akibat yang ditimbulkan dari pekerjaanya sebagai perawat. b. Fokus pada kebutuhan pasien. Perawat lebih mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan pasien daripada kebutuhan perawat sendiri, tenaga kesehatan lain atau institusinya. c. Kompetensi klinis. Perawat memiliki pengetahuan dan keterampilan klinis yang diperlukan sesuai situasi klinis dan menerapkan pengetahuan berbasis hasil riset terbaru. d. Menunda penghakiman (delaying judgment). Perawat hendaknya menahan diri dari menghakimi pasien dan menghindari dan menempatkan nilai-nilai dan keyakinannya sendiri kepada orang lain. e. Supervisi. Pengawasan yang dilakukan oleh perawat yang berpengalaman klinis atau tim kesehatan diperlukan untuk mengembangkan kompetensi dalam membangun hubungan terapeutik perawat-pasien.
Prinsip Pembentukan Hubungan Terapeutik Perawat dengan Pasien
1. Prinsip Empati
Empati adalah upaya perawat melihat dunia lewat mata klien dan keluarganya. Empati juga bermakna upaya memahami perasaan dengan makna pribadi yang dialami oleh klien dan keluarganya. Perawat yang berempati baik secara verbal maupun non-verbal akan memunculkan rasa lebih tenang dan aman pada pasien serta hubungan emosional yang baik antara perawat dan pasien
2. Prinsip Kepercayaan
Rasa kepercayaan antara perawat dan pasien adalah aspek yang sangat penting dibangun agar interaksi yang bersifat terapeutik dapat dihasilkan. Hal ini menyangkut dengan ‘percaya’ sendiri yang adalah salah satu aspek psikis manusia yang penting. Adanya rasa percaya terutama menjadi lebih penting di saat manusia berada pada posisi rentan misalnya sebagai seseorang yang menderita penyakit dan membutuhkan pertolongan, dalam perjalanan pengobatan, atau perawatan. Pasien perlu mempercayai bahwa petugas kesehatan adalah seorang yang profesional, dapat diandalkan, jujur, berpengetahuan luas, dan dapat memperlakukan mereka sebagai manusia. Ciri perawat yang mengerti betul pentingnya prinsip rasa percaya ini akan mendengarkan pasien dan keluarganya dengan teliti, memperlakukan mereka dengan penuh hormat, memberi informasi jujur dan konsisten, sigap, dan memiliki komitmen yang berkesinambungan untuk memberikan perawatan yang terbaik
3. Prinsip Keterbukaan
Hubungan profesional antara perawat dan pasien dan keluarganya adalah hubungan saling membantu. Oleh sebab itu, keterbukaan menjadi penting agar perjalanan pengobatan dan perawatan dapat dilakukan dengan aman dan efektif. Keterbukaan perlu dimulai dari perawat. Prinsip ini dapat dibangun dengan menunjukkan inisiatif dan minat perawat untuk membuka diri dalam komunikasi, dengan bijaksana selalu memberikan respon yang jujur mengenai perjalanan penyakit maupun perawatan pasien, serta terbukanya informasi, dan gagasan yang perlu bagi pasien dan keluarganya.
4. Prinsip Dukungan
Dukungan pada pasien dan keluarga saat menjalani pengobatan dan perawatan sangat diperlukan. Dalam hal pemberian dukungan untuk masalah yang dialami oleh pasien, perawat perlu mengungkapkannya dalam bentuk yang deskriptif serta berorientasi pada upaya memecahkan masalah secara asertif dan profesional. Ini berarti, perawat bukan memberi penilaian evaluatif pada pribadi pasien. Perawat perlu mengarahkan pemecahan masalah yang berangkat dari pokok dan substansi permasalahan. Dengan demikian, pasien yang merasa didukung akan ingin berpartisipasi lebih aktif dalam komunikasi. Perawat yang menerapkan prinsip dukungan akan tercermin dari tindakannya yang tidak berhenti mencarikan strategi terbaik bersama dengan pasien, tetap mengakui dan menghargai upaya yang telah dilakukan oleh pasien seberapa kecil pun usaha yang dilakukan dan meskipun terdapat kegagalan. Selanjutnya, prinsip dukungan diwujudkan lewat sikap kemanusiaan perawat yang turut tertawa saat pasien dan keluarganya tertawa dan bersedih saat pasien dan keluarganya bersedih serta keinginan perawat untuk terus ingin memahami pasien menyangkut hal-hal yang dapat mendukung kesembuhannya, termasuk hubungan dengan keluarga, pekerjaan, dan lain sebagainya yang berarti bagi pasien.
5. Prinsip Sikap Positif
Hubungan terapeutik terwujud apabila perawat memiliki mental yang tetap positif saat menghadapi beragam jenis sifat, penilaian, dan perlakuan dari pasien dan keluarganya. Perawat dengan sikap positif memiliki ciri yang tidak lekas merasa bersalah yang berlebihan, ingin terus memperbaiki dan mengembangkan diri, menerima diri sebagai orang yang penting dan bernilai dalam pekerjaannya, memiliki keyakinan diri dalam mengatasi persoalan, menerima pujian dari klien dengan leluasa, turut memberi pujian kepada pasien dan keluarganya dengan tulus, atau dapat menolak dengan baik bentuk-bentuk penghargaan berbentuk materi dari pasien atau keluarganya tanpa ada rasa bersalah. Perawat yang menunjukkan sikap positif tidak hanya akan memberikan efek terapeutik pada pasien namun juga bagi dirinya.
6. Prinsip Kesetaraan
Perawat perlu memperlakukan orang lain termasuk pasien dan keluarganya secara horizontal atau setara. Meskipun perawat memiliki segudang kompetensi yang tidak dimiliki pasien dan serta memiliki wewenang dan peran sebagai pemimpin dalam asuhan, namun perawat tidak merasa diri lebih tinggi atau lebih baik karena status atau kemampuan intelektualnya. Wujud kesetaraan ini dapat dibangun dengan berbincang pada tingkat yang sama atau upaya memberi penghargaan dan rasa hormat terhadap perbedaan pendapat antara perawat dan pasien, serta upaya perawat mempertahankan komunikasi pada jarak mata yang setara. Selanjutnya, sebagaimana hubungan yang setara, maka perawat juga perlu mengetahui bahwa pasien dan keluarganya juga perlu melihat diri mereka tidak berada pada posisi yang lebih tinggi dari perawat.
7. Prinsip Rasa Hormat
Rasa hormat berarti perawat menghargai dan menerima pasien sebagai pribadi yang unik. Menghargai dan menerima disini bukan berarti perawat sama dengan selalu menyetujui ‘keunikan’ yang ada. Namun penerimaan ini dilakukan agar pasien dapat merasa aman dan nyaman karena kondisi serta perasaannya diterima dan dipahami. Carl Rogers menjelaskan bahwa pandangan positif tanpa syarat ini memiliki efek terapeutik yang penting pada pasien. Lewat penerimaan ini perawat dapat mendengarkan, memahami, dan membantu pasien dengan lebih baik. Rasa hormat ini juga berhubungan dengan tindakan perawat menghargai pasien sebagai manusia. Untuk mewujudkan hubungan terapeutik, perawat harus memperkenalkan dirinya, memanggil pasien dengan panggilan yang sopan, menghargai privasi pasien, dan mempersiapkan pasien beserta keluarganya sebelum dilakukan beragam bentuk implementasi intervensi asuhan yang telah direncanakan.
Tahapan Hubungan Terapeutik Perawat dengan Pasien
Tahap Pra Interaksi
Perawat yang melaksanakan hubungan terapeutik harus mempersiapkan dirinya untuk bertemu dengan pasien. Sebelum bertemu pasien, perawat haruslah mencari informasi atau data mengenai pasien baik berupa nama, umur, jenis kelamin, keluhan penyakit dan sebagainya. Adapun hal yang perlu dilakukan perawat pada fase ini adalah evaluasi diri, penetapan tahapan hubungan dan recana interaksi, dengan tugas utama perawat : (1) Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri. (2) Menganalisis kekuatan profesional diri dan keterbatasan. (3) Mengumpulkan data tentang pasien (jika mungkin) (4) Merencanakan untuk pertemuan pertama dengan pasien.
Tahap Orientasi
Perawat sangat penting untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Fokus utama perawat pada tahap ini adalah menemukan kenapa pasien mencari pertolongan ke rumah sakit. Hal-hal yang perlu dilakukan oleh perawat pada tahap ini adalah: (1) Memberi salam (2) Memperkenalkan diri perawat (3) Menanyakan nama klien (4) Menyepakati pertemuan (kontrak) (5) Menghadapi kontrak (6) Memulai percakapan awal (7) Menyepakati masalah klien (8) Mengakhiri perkenalan. Tahapan ini berlanjut dengan pertemuan kedua dan seterusnya dengan tujuan menvalidasi kekurangan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan pasien saat ini dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Hal-hal yang harus dilakukan perawat pada fase ini adalah: (1) Memberi salam (2) Memvalidasi keadaan klien (3) Mengingat kontrak. Setiap berinteraksi dengan klien dikaitkan dengan kontrak pada pertemuan sebelumnya. Tugas utama perawat dalam tahap ini, antara lain: (1) Mengidentifikasi mengapa klien mencari bantuan (2) Menyediakan kepercayaan, penerimaan dan komunikasi terbuka (3) Membuat kontrak timbal balik (4) Mengeksplorasi perasaan klien, pikiran dan tindakan (5) Mengidentifikasi masalah klien (6) Mendefinisikan tujuan dengan klien .
Tahap Kerja
Perawat pada tahap ini terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Tujuan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut : (1) Meningkatkan pengertian dan pengenalan klien akan dirinya, perilakunya, perasaanya, pikirannya. Ini bertujuan untuk mencapai tujuan kognitif (2) Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan klien secara mandiri menyelesaikan masalah yang dihadapi. Ini bertujuan untuk mencapai tujuan afektif dan psikomotor (3) Melaksanakan terapi / teknikal keperawatan (4) Melaksanakan pendidikan kesehatan (5) Melaksanakan kolaborasi (6) Melaksanakan observasi dan monitoring. Tugas utama perawat pada tahap kerja, adalah sebagai berikut : (1) Mengeksplorasi stressor yang sesuai / relevann (2) Mendorong perkembangan insight klien dan penggunaan mekanisme koping konstruktif (3) Menangani tingkah laku yang dipertahankan oleh klien / resistance
Tahap Terminasi
Perawat pada tahapan terminasi ini adalah mengakhiri setiap pertemuan dengan pasien. Terminasi terdiri atas 2 bagian yaitu: terminasi sementara dan terminasi akhir. Terminasi sementara adalah merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien, akan tetapi perawat akan bertemu lagi dengan klien pada waktu yang telah ditentukan. Sedangkan terminasi akhir terjadi jika pasen akan pulang dari rumah sakit atau perawat tidak berdinas lagi di rumah sakit tersebut. Hal-hal yang harus dilakukan perawat pada tahap terminasi ini, antara lain adalah : (1) Evaluasi hasil, yang terdiri evaluasi subjektif dan evaluasi objektif (2) Rencana tindak lanjut (3) Kontrak yang akan datang. Adapun Tugas utama perawat dalam tahapan terminasi adalah: (1) Menyediakan realitas perpisahan (2) Melihat kembali kemajuan dari terapi dan pencapaian tujuan (3) Saling mengeksplorasi perasaan adanya penolakan, kehilangan, sedih dan marah serta tingkah laku yang berkaitan (Damaiyanti, 2014).
Pustaka:
Hasanah N. (2010). Ilmu Komunikasi dalam Konteks Keperawatan – Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta Timur : CV Trans Info Media
Marin, Y., & Lona, M. (2022). Komunikasi Dalam Keperawatan. Purwokerto, Jawa Tengah : CV. Pena Persada.
Restu, M. et.,all. (2022). Komunikasi Therapeutik Dalam Kesehatan. Yogyakarta : Rizmedia Pustaka Indonesia
Risal, M, et all (2022). Ilmu Keperawatan Jiwa. Bandung, Jawa Barat : MEDIA SAINS INDONESIA
Sujono Riyadi dan Teguh Purwanto. 2009. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu(hlm 25, 31-35)
Triana , Milla (2023). Keperawatan Jiwa. Surabaya, Jawa Timur : PUSTAKA AKSARA
Dadang Darmawan. Ia adalah dosen tetap Program Studi D III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) RS. Dustira Cimahi. Mengampu mata kuliah Promosi Kesehatan, Keperawatan Keluarga, Keperawatan Komunitas, Pembimbing Keperawatan Jiwa dan Pembimbing tugas akhir mahasiswa keperawatan komunitas.
Telah menulis kurang lebih 10 Buku referensi dan satu buku yang ditulis sendiri, yakni Komunikasi Therapeutik Dalam Keperawatan.
E-mail: dadangdarmawan697@gmail.com